Calon Perseorangan (1) Ketika Peraturan Belum Memungkinkan

Kabupaten Banyumas

KOMPAS, 28 Agustus 2007
Sidik Pramono dan Aditya Ramadhan
Pemilihan kepala daerah memasuki era baru saat Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan
bahwa calon perseorangan bisa ikut serta. Namun, persoalan menjadi rumit ketika Presiden, DPR,
dan Komisi Pemilihan Umum atau KPU saling tunggu untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut.
Ketika peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tidak kunjung terbit dan kemudian
pemerintah memilih opsi untuk merevisi terbatas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, jelaslah bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada)—setidaknya sampai akhir tahun 2008—
tidak menyertakan calon perseorangan.
Pilkada di sejumlah daerah yang bakal berlangsung sampai akhir 2007 ini dipastikan hanya
menyertakan calon dari parpol atau gabungan parpol.
Aktivis seperti M Fadjroel Rachman kerap menyebutkan, pascaputusan MK, pilkada yang tidak
menyertakan calon perseorangan adalah perhelatan yang inkonstitusional. Lebih baik menunda
pilkada untuk membuka calon perseorangan ketimbang memaksakan agenda yang tidak berpihak
pada konstitusi dan suara rakyat.
"Ancaman" bahkan sudah muncul dari Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Boleh saja
KPU setempat menyatakan bahwa pilkada pada 6 November 2007 tanpa calon perseorangan.
Namun, salah seorang kandidat kepala daerah di Tulang Bawang, Ferdi Gunsan, mengancam
akan menggugat KPU jika niatnya ditolak.
"Selama belum ada yang mencoba, saya akan mendahului mendaftar dan kalau ditolak, saya akan
menggugat," kata Ferdi Gunsan.
Bagi Ferdi, putusan MK merupakan pemberian kesempatan yang harus dimanfaatkan. Putusan
MK tersebut sudah kuat dan tidak beralasan jika KPU Tulang Bawang menolak calon
perseorangan dengan alasan payung hukum belum ada.
Lagi pula, Ferdi berpegang bahwa masa pendaftaran calon untuk pemilihan di Tulang Bawang
memang belum mulai. KPU Tulang Bawang baru membuka pendaftaran pada 31 Agustus 2007
hingga 6 September 2007.
Sulit dihentikan
Desakan membuka calon perseorangan dan kesulitan yang dihadapi penyelenggara memang
bagai dua sisi yang saling berhadapan. Sulit bagi KPUD untuk "menarik" mundur tahapan
persiapan.
Menurut Ketua KPU Kalimantan Barat (Kalbar) Aida Mochtar, jika ketentuan yang mengatur calon
perseorangan diterbitkan sebelum pilkada, perlu juga diterbitkan ketentuan yang menjadi dasar
untuk menunda pilkada. Ini penting guna memberi ruang bagi KPUD untuk mempersiapkannya.
Tahapan Pilkada Kalbar sudah dimulai sejak 13 Agustus 2007. Sejauh ini, tak ada gejolak politik di
Provinsi Kalbar yang pilkadanya bakal berlangsung 15 November 2007. Empat pasangan calon
gubernur yang akan maju hampir dipastikan memenuhi syarat karena diajukan parpol atau
gabungan parpol dengan minimal 15 persen suara sah pada pemilu lalu.
Di Bengkulu, pemilihan Wali Kota Bengkulu yang diselenggarakan 11 September nanti pun bakal
tanpa calon perseorangan. Wakil Ketua KPU Kota Bengkulu Minarsyah menunjuk sejumlah tahap
penting pelaksanaan pilkada yang sudah selesai sebelum keputusan MK keluar, seperti proses
penetapan calon dan penetapan daftar pemilih tetap.
"Bahkan, jika putusan MK itu keluar sekitar dua-tiga bulan lalu, belum tentu KPU Kota Bengkulu
dapat memproses calon perseorangan. Perangkat hukum yang mengatur penerapan putusan MK
itu belum tentu bisa keluar begitu cepat. Jadi, perlu waktu dan sosialisasi ke masyarakat," ujar
Minarsyah.
Minarsyah mencontohkan syarat dukungan bagi calon perseorangan. Memverifikasi syarat
dukungan bukan hal yang gampang dilaksanakan. Di Indonesia, hal yang dianggap mustahil bisa
diakal-akali.
"Jangankan untuk memalsukan tanda tangan, identitas atau KTP, wajah seorang kriminal saja saat
ini dengan gampang dapat berganti-ganti dalam sekejap," kata Minarsyah.
Di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, tiga pasangan calon ditetapkan 23 Juli 2007 pagi—sementara
putusan MK di Jakarta baru dibacakan pada siang harinya. Tiga pasangan calon adalah pasangan
Budi Budiman-Wahyu Sumawidjaja, Bubun Bunyamin-Noves Narayana, dan Syarif Hidayat- Dede
Sudrajat. Ketiga pasangan itu terbentuk dari gabungan politisi dan pengusaha.
Hiruk-pikuk Pilkada Kota Tasikmalaya tak memunculkan wacana calon perseorangan. Sejak parpol
sibuk menjajaki koalisi dan sibuk menyeleksi bakal calon yang diusung, wacana calon
perseorangan tidak pernah muncul ke permukaan.
"Upaya partai politik menggalang dukungan dari masyarakat sudah sangat luas sehingga ide-ide
untuk memunculkan alternatif calon di luar partai politik tidak muncul," kata anggota KPU Kota
Tasikmalaya, Enung Sudrajat.
Mengutip pengajar Universitas Indonesia, Andrinof A Chaniago, kehadiran calon perseorangan
sama sekali bukan dimaksudkan untuk mematikan partai politik. Kesempatan majunya calon
perseorangan dibuka untuk memaksa semua sistem bergerak ke jalur yang benar, termasuk
pelaksanaan fungsi parpol.
Sejauh ini, parpol terasa menjauh dari fungsinya untuk mengartikulasikan kepentingan rakyat,
pendidikan politik rakyat, serta alat untuk mengagregasikan berbagai kepentingan yang berasal
dari aneka kepentingan dan tujuan.
Kita tunggu saja, akankah parpol kembali ke jalur yang benar setelah mendapatkan lawan tanding
di jalur perseorangan. Memang masih butuh waktu karena pilkada dalam waktu dekat belum lagi
menyertakan calon perseorangan. Namun, bukankah selalu butuh perjuangan untuk
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, bukan sekadar kedaulatan kekuatan oligarki elite
parpol? (HLN/ZUL/WHY)


19 06 2012 14:56:02